Thursday, February 28, 2008

66. Budaya malu

Budaya malu

Terkisahlah cerita dinegeri nun jauh di timur sana dimana penduduknya sedang mencari identitas diri. Sebenarnya bukan mereka tidak mempunyai identitas diri tetapi entah sudah bosan dengan dirinya, ataukah dia ingin meniru, mengidentifikasikan dirinya kepada bangsa lain yang menurutnya sudah maju.
Padahal sebenarnya yang dicontoh tidak lebih baik daripada yang mencontoh, apalagi dari segi agama ataupun moralitas.
Se suatu contoh yang berbasiskan kepada ke''manusia''an, demos, dimana lebih banyak menuntut hak daripada kewajiban. Nafsu2 ego bahkan id menjadi sangat dominan dibanding superego.
Keadaan itu membawa dia yang tadinya adalah bangsa yang santun, berintegritas, punya rasa malu yang tinggi, berubah menjadi bangsa yang beringas nyaris tanpa tata kerama, jauh dari rasa malu baik dalam polah tingkah ataupun perbuatan. Menjadi bangsa yang sak karepe dewe tidak bisa mengatur dirinya sendiri, apalagi diatur orang lain, bangsa yang amburadul, egoistis, individualistis dan materialistis, bangsa yang sedang merusak dirinya sendiri.

Pertanyaannya, apakah untuk menjadi baik -sesuatu bangsa - harus menjadi rusak terlebih dahulu?

Mungkin memang harus demikian takdirnya, siklus duniawi, baik, rusak, kembali baik, rusak lagi dst...... Manusiawi, jika suatu bangsa ingin selalu berubah, tetapi karena yang membimbing hanya akalnya saja, tanpa bimbingan mental yang memadai, tidak ada yang mengarahkan, agama dilupakan, sehingga keadaan yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, bahkan amburadul, timbul kesemerawutan dimana2.

Ibarat air yang sedang berguncang kesana kemari, menurut kodratnya dia nantinya akan mencari keseimbangannya sendiri. Semoga saja... tidak malah mawut tumpah kemana2, apalagi sampai mengalir ke tempat titik nadir, mencari titik yang terendah, dimana nantinya tentu akan sulit, membutuhkan energi yang sangat besar, untuk memompanya keatas, untuk mengembalikan pada keseimbangan, pada achir posisinya yang terbaik.....

Sudah berjalan satu dekade bangsa itu ingin keluar dari masalah yang melilit dirinya, tetapi nampaknya masih jauh dari harapan bahkan persoalan makin ruwet, makin semrawut, makin tidak teratur dalam segala hal.
Para pemimpin para pemegang kekuasaan masih saja tidak merubah visi, rakyat tetap dikesampingkan, kepentingan pribadi masih sangat menonjol sehingga kebobrokan2 demi kebobrokan nampak dimana2.
Peribahasa jawa '' becik ketitik ala ketara '' sudah menampakkan dirinya. Pada bangsa itu mulai tampak pemimpin yang memang memimpin dan pemimpin yang hanya mencari keuntungan pribadi. Ironisnya justru kelompok yang terahir tadi yang lebih banyak. Korupsi makin menjadi, kolusi dan nepotisme bukannya berkurang. Padahal semangat reformasi kala itu menggebu2 mau memberantas yang namanya KKN tersebut.
Entah kapan bangsa itu bisa keluar dari masalah yang membelitnya. KKN sudah menjadi budaya, tidak lagi merupakan hal yang memalukan, justru merupakan suatu kebanggaan dan dilakukan secara terang2an secara berjamaah, tidak menjadi sesuatu yang rahasia lagi.

Budaya malu sudah hilang........ sesuatu yang sangat mahal harganya, sesuatu yang dapat mecegah perbuatan2 dosa dan tercela.
'' malu sudah hilang ''.........
Mungkinkah bangsa itu-pun akan hilang?

8 comments:

Raf said...

Betul sekali penggambarannya Pak Indro....ibarat lakon wayang kita sudah keluar dari pakem...pakem dari Yang Maha Kuasa...

Salam ,
Raf

Indro Saswanto said...

Dik.Raf, saya berkali2 masuk ke blogg jenengan, tapi gak pernah dibukai pintu.
Saya usul verifikasi katanya dibuanq saja biar tamunya bisa masuk.
Trims dan salam.

Ki Ageng Similikithi said...

Budaya malu nggak ada ya mau gimana lagi. Yang penting kemaluan tetap berfungsi. Ana anggota DPR, bupati kok foto bugil. Jamane jaman edan. Salam

Indro Saswanto said...

Talimakaseh..yang lepot kalo kemaluannia malu malu kuciang.. malu malu tapi mau...

Arief Susetiyo said...

dari sering munculnya kata 2 ied ego super ego di tulisan2nya saya dapat menyjmpulkan bahwa pak ustad ini pengagum SEGMOUND FREUD pelopor psycho analisa yanq top itu

Memang ada hubungannya antara ego super ego dan ID(identitas diri) pada hubungan sosial.
Ego adalah keinginan 2 murni yg terlahir dari diri sendiri yg ingin diwujudkan dalam kehidupan nyata .namun untuk mewujudkannya ia akan bertemu dulu dgn super Ego yang berisi nilai nilai yq hidup ditengah masyarakat yang berfungsi filter atas Ego. setelah difilter oleh SuperEgo
barulah akan dimanifestasikan dalam ID(identitas dirl) dari ID inilah bisa dinilai apakah hubungan antar manusia apa sudah seimbang atau belum.bila Ego tidak banyak tersaring oleh SuperEgo yang nantinya akan memunculkan ID, maka kepentingan pribadi /individu akan menjadi dominan tanpa pertimbangan kepentingan bersama.

Kalau menurut Prof.Arief.s hilangnya identitas suatu bangsa spt yang dilukiskan di
atas karena belum terpenuhinya tingkat tingkat kebutuhan sesuai teori ABRAHAM MASLOW.dimana tingkat2 kebutuhan manusia itu ada 5 hirarki yaitu:
▪ kebutuhan fisiologis/dasar
▪ kebutuhan akan rasa aman
dan tenteram
▪ kebutuhan untuk dicintai
dan disayangi
▪ kebutuhan untuk di hargai
▪ kebutuhan untuk
aktualisasi diri
bila kebutuhan dasar belum terpenuhi tak akan mungkin timbul kebutuhan akan rasa aman..dst ..dst' jadi merupakan hirarki.
karena perut lapar,uang tak punya (kebutuhan dasar) maka nyolonglah ia merampoklah ia ngoraklah ia... walaupun dengan resiko kalau ketahuan akan di gebuki dipukuli(tidak timbul kebutuhan rasa aman dan tenteram) dan tak mungkin akan di hargai orang lain(tidak timbul kebutuhan untuk di hargai).
wasalam,
PROF.ARIEF.SMS
NB
sms= sego mateng surak

Indro Saswanto said...

Trims proff, uraiannya yg sangat gamblang.
Salam. dari pak ustadz.

paromo suko said...

Dalam percakapan yang membicarakan maza laloe dengan anak-anak dan ponakan sering komentar yang terdengar: ah, itu kan dulu, pakde, sekarang nggak cocok lagi digunakan.
Ada kesan bahwa segala tentang masa lalu adalah sesuatu yang sudah usang; bentuknya, caranya, pemikirannya dll.
Rupanya sangat diperlukan tepa-tuladha yang lebih berkesan daripada yang sudah ada, berkesan dalam bentuk/rupa, gaya, cara dan hasil yang terbukti efektif.
Gitu kali, ya

Indro Saswanto said...

Setuju 100 persen bulet..... anak2 sekarang lagi bingung.. bedo pelajaran jero kelas... karo kenyataaan jobo kana....polahe wong tuwane.
Jare bu guru nyolong iku elek, jebul wong sik donyane penak '' mal....'' kabeh.
audzu......min..........k