Tuesday, February 26, 2008

65. Udan dueres

Hujan luebat

Sore itu dia sedang duduk seorang diri diberanda belakang rumahnya. Dia lagi menikmati hujan yang sedang turun dengan lebatnya. Saking lebatnya untuk berbicara saja dia harus berteriak padahal dia hanya berbicara kepada dirinya sendiri. Memang luarbiasa hujan kali ini. Dia membayangkan bahwa suara yang dia keluarkan harus melebihi 70 desibel, tanpa itu dia tidak akan bisa mengalahkan orkestra dentingan air yang menghantam benda2 apa saja.
Ketika itu dia nikmati betul suara jatuhnya air digenting atap rumahnya. Atap yang terbuat dari genteng pres karangpilang yang terkenal awet itu, walau sudah puluhan tahun tidak lumutan. Butiran2an air menimpa genting ramai membuat suara gemuruh bak irama musik barubuh bergabung dengan suara butiran air yg jatuh ke parit teritis rumahnya. Teritis disengaja tidak memakai talang sehingga air langsung jatuh ke bebatuan membuat suara begitu exotis dipadu dengan suara talang air yang menggerojok keras kebawah.
Pantas saja terdengar suara bagai musik cadas yang menjadi kegemarannya sewaktu muda.
Sambil menikmati ketela rebus -milik wak Garum- dia merenung melayang kelangit sana, alangkah hebatnya ''sang Maha'' pembuat hujan ini, hujan yang begitu lebat sampai pandangan mata pun hanya mampu menembus jarak10 meter.
Saking terkagumnya, diapun meninggalkan acara tv kesayangannya. Padahal acaranya sangat dia gemari dimana penyiarnya yang kribo itu lagi membahas seorang motivator ternama, yang sempat mengguncang dunia permotivatoran di negeri ini. Tetapi baginya sang Maha sedang menunjukkan ke Maha annya kepadanya. Baginya sangat2 perlu diresapi dan di nikmati serta sangat nikmat untuk dikagumi.
Sementara butiran air terus menerpa apa saja yang berusaha menghalangi permainannya berseluncur jatuh kemuka bumi, genting2 berdentingan, daun2 pohon manggapun tak ketinggalan ikut bersorak2 menyambutnya, juga daun bonsai satu2 berpantulan tersenggol2 air bak penari berpoco2 satu2 bergantian, indah sekali.
Dia terus menikmati suara musik cadas alam itu, hingga angannyapun terbang melayang kemana2.
Dia ingat kala merantau di Sulawesi selatan bagian barat. Hujan disana disebut ''wossi' '' kalau sudah musim barek bisa satu minggu turun terus menerus tanpa kelihatan sinar matahari sedetikpun. Dan disertai angin barubuh yang menakutkan kerana bisa menerbangkan apa saja termasuk atap2 rumah. Ketika itu dia mempunyai anak yang masih bayi, sering sekali popoknya tidak kering karena hujan yang berkepanjangan,sehingga harus dijemur memakai kurungan yang dipasang petromax didalamnya. Benar kala itu jaman belum maju seperti sekarang hidup masih tradisional.
Sore itu ingatannya juga melayang pada temennya yang lagi bermukim di Philipina, konon negri ini kalau hujan juga tidak kompromi disertai angin keras, dalam bayangan dia mungkin lebih dahsyat dari selebes tempat dia bertugas dulu.
Sambil menikmati hujan yang masih lebat dia pun teringat temennya yang tinggal di kota pahlawan, kota ini terguyur hujan sebentar saja sudah banjir dimana2, bisa dibayangkan kalau hujannya selebat ini pasti sampah2 pada berenang kemana2. Bahkan tetangga dia disana rumahnya pernah kemasukkan nyambe atau biawak besar yang tahu2 sudah bertengger diatas meja dan membuat orang serumah berteriak2 ketakutan.
Selagi dia melamun kesana kemari hujan sudah mulai reda, suara gemuruh sudah berhenti, tinggal suara air dari teritis yang masih gemericik membawa nuansa tersendiri.
Sayang ditempat itu tidak terdengar suara kodok yang bisa membuat suasana lebih indah lagi. Suasana yang kadang terngiang ditelinganya teringat ketika dia masih kecil........

8 comments:

paromo suko said...

sementara

ada saudara lain di sana
melipat-lipat tubuhnya ke pojok teritis rumah entah siapa di pinggir jalan raya
masih juga air menerpa bajunya
basah, dingin, lapar
sendiri tak ada siapa-siapa
tak punya siapa-siapa
tapi tak gentar hatinya
karena masih ada Dia
sandarannya

Indro Saswanto said...

wah... karanganku segitu panjang terlibas oleh sebaris kalimat anda.......
trims

Ki Ageng Similikithi said...

Hujan selalu membawa jiwa melanglang masa lalu. Saya selalu merindukan bau tanah kering yang tersiram hujan pertama kali. Begitu melegakan dan ada rasa damai. Sayang hujan di sekitar tempat tinggal saya membawa bau yang tidak enak karena pencemaran. Salam hangat

Indro Saswanto said...

Saya kira tinggal diputar sedikit saja N olfactorius nya biar malosmia ..jadi terasa sedap...
trims mas, salam kembali.

Mbah Suro said...

Banyak sekali kenangan udan nderes saat kita masih kecil, ada cerita kecil yang sampai saat ini terngiang dan sulit dilupakan. Mas Indro masih ingat pasar Sirinding ( Wingko Sigromulya ) ? disana dulu pedagangnya orang jauh-jauh banyak diantaranya dari luar Wingko.
Ada seorang wanita bakul getuk yang mungkin sejak perjalanan menuju kepasar menahan hasrat untuk pipis, rupanya pipisnya sudah tidak tertahan lagi, kira-kira didekat rumahnya Sudiman/ Subiyandono si Bakul Getuk benar-benar sudah tak tahan lagi ngempet. Serta merta merapat kepinggir jalan tanpa tengok kiri dan kanan dengan sedidikt cincing langsung "ngewer" ( kencing sambil berdiri ) dengan tampah diatas kepalanya.

Sambil pipis rupanya perut juga mules dan keluarlah gas buang dengan suara berderai derai breet... 3x (kebetulan bakul getuknya setulegi). Tanpa disadari seorang bapak-bapak (sesama bakul) lewat disebelahnya, tanpa basa basi bapak-bapak tadi langsung bicara : Mbakyu, nguyuh kok karo ngentut. Bakul Getuk tanpa malu-malu menjawab dengan entengnya. Yo ben... wong udan yo ono gluduge.....

Sungguh cerita kecil yang tidak dapat saya lupakan, kebetulan saya ada dibelakang bapak-bapak tadi.

Indro Saswanto said...

He heh e ... pesen tempene wo paiman sik lagi ketiban gludhug.........

paromo suko said...

kok gayeng tenan ta,
udan deres, udan sepisanan,
bakul gethuk, singkong rebus,
bau tanah,

lhah,
mendahneya isa ketemu nang ndesa
jagongan bareng-bareng karo ngombe teh, kopi anget,
sandhingane kacang godhog, kimpul, pohung, gembili, peyek kacang,

kira-kira njut blog-e langsung kebek,

ha ya wis, ditampa sing legawa wae,
isane ngene
ning ngene-ngeneya rak isih isa dha gojegan, ta

Indro Saswanto said...

Wah mathook tok. pinasgitel plus telo godoge wak garum.....