Tuesday, May 20, 2008

92. Bangkit

Bangkit

''0p0ne sik bangkit?''
Saat ini lagi rame2nya memperingat 100 th hari kebangkitan nasional.
100th yl sebuah organisasi didirikan untuk memperjuangkan nasib bangsa.

Kita sebagai bangsa yang besar tidak boleh melupakan sejarah dan juga wajib hukumnya menghargai jasa2 para pahlawan.
Hanya bangsa yang besar yang bisa menghargai para pahlawannya.

Kalau kita tengok apa yang kita kerjakan ahir2 ini untuk menghargai mereka.... Nampak jelas kita hanya menyentuh kulitnya, tidak atau jauh sekali dari isi tujuan para pendiri negara.

Anda mungkin tidak sependapat dengan saya tapi paling tidak tulisan ini merupakan satu angel dari jepretan kamera saya yang memberikan opini lain yg mungkin berbeda dengan hasil bidikan anda.

Tadi malam saya memotret acara diseluruh tv didalam negeri. Astaghfirullah al adzim. Pesta hura2 yg gegap gempita, luar biasa, sungguh2 saya merasa malu dengan nasib masyarakat kecil yang masih sangat kesulitan hidupnya, yang masih menangis untuk membayar uang sekolah anaknya hutang kesana kemari meminta sana sini, belum lagi mikir kebutuhan sehari2 yg makin membelit, minyak naik, beras naik, lombok naik, pokoknya sembako naik, hanya susu dan celana yg turun...

Saya malu kita masih belum bisa menjaga negara dengan baik, mengawasi perbatasan dengan baik, menjaga laut kita dengan baik, hutan2 kita, menjaga kedaulatan kita dari pengaruh asing.
Kita dipertontonkan kedigdayaan aparat kita dengan seragam yg masih kinyis2 mereka mematahkan besi menghancurkan balok2.
Apa makna itu semua ?

Muncul pula penyanyi2 glamor, yg pastinya taripnya puluhan ribu* bahkan mungkin juga ratusan ribu, dengan gebyar pelatar yg entah menelan berapa M.
Tapi nampaknya uang segitu banyak terlalu kecil untuk menebus kemewahan kehura2an tapi terlalu besar untuk membantu keluarga masyarakat miskin.

Beberapa waktu lalu kita juga melihat konvoi Moge yg harganya ratusan ribu. Dengan nama mentereng jalur entah apalah namanya, melintas jalan di negeri ini, sampai2 menelan korban seorang ternama. Sebuah konvoi yang kalau anda pernah berpapasan dengan rombongan ini pasti akan bergumam. Ya Allah ''koyo2 sing duwe dalan dia sendiri'' semua suruh minggir, mereka melaju dengan kecepatan diatas batas rata, bagaikan larinya...........
mobil ambulans pun dikalahkan, kalau perlu sepoor pun harus berhenti, lobang2 jalan dilibas. Begitu digdayanya mereka sampai2 dirinya sendiripun dikalahkan.

Sebenarnya apa yg hendak dicapai dari semua itu?.
Gebyar peringatan yg membahana ibarat suara bom yg menggelegar tapi tidak berdampak memperbaiki kesengsaraan bangsa sebagai hasil ahirnya.
Kesengsaraan tetap kesengsaraan, hura2 tetap hura2.

Benarkah dengan cara demikian kita menghargai para pahlawan?
Bisakah mereka tertawa?
Jangan2 mereka malah semakin pedih atau ..
Bahkan mereka semua mentertawakan kita.

6 comments:

Mbah Suro said...

Saya sependapat mas, pengelola negara ini sudah nggak bisa melihat gitoke dewe, muak melihat acara tv semalam, kain merah putih selebar 5000 m2 digelar opo artinya? Kata wong Ngentak : SBY "garuh banget" yang artinya kira-kira bingung banget, semua yang dilakukan salah. Bener-bener keblinger.......

Indro Saswanto said...

Kita berdoa semoga Allah selalu memberi petunjuk dan hidayahnya kepada pemimpin2 kita. Amien

Raf said...

Pak Indro , kita memotret dari sudut yang betul betul sama .

Ceremonial kolosal seperti itu tidak memberikan output apa - apa terhadap makna peringatan itu sendiri.

Apalagi kalau dikaitkan dengan dana yang dikucurkan, darimanapun sumbernya , tetap kurang relevan dengan situasi dan semnagat yang akan dicapai dengan memperingati peristiwa sejarah .

Wassalam
Raf

Indro Saswanto said...

Terimakasih dik.......
Saya bangga, semoga banyak pemuda2 seperti adik yang masih memiliki sense of sensitifity yg tinggi...
Wass.

paromo suko said...

hari-hari ini, pikiran saya yang sudah soack ini ndak mau diajak nonton tv,
yang hampir semua cuma mengisi pikiran dengan hal-hal remeh gak mutu, yang nggarai beengung dan maki-maki,
tapi tengah malam tadi, di tvri ada film dokumentasinya pak des alwi ttg masa awal kemerdekaan,
saya bangga dengan indonesia kala itu

Indro Saswanto said...

Awal2 kemerdekaan hati bangsa kita masih poetih setelah setengah abad jadi merah. Jangan2 di zaman canggah kita sudah jadi hitam. ?!