Saturday, April 17, 2010

172. Banggaku.

172. Banggaku

Sobat, bayangkan aku sedang berada di negeri jiran, entah itu di ngalengko jodipati brunei meleisa ataupun yang lain. Kemudian sobat melihat aku sedang menonton tv bersama2 penduduk setempat. Maka bagaimana perasaanku, sobat, saat itu?.
Sobat bisa melihat darisana, setiap saat, setiap jam sepanjang hari sepanjang minggu, bahkan sepanjang tahun, nampak dilayarkaca / lcd orang2 bertengkar, baku hamtam, baku tusuk dan pukul pakai bambu (runcing), saling lempar batu, dipenuhi umpatan2 kotor, terjadi dimana2, saling dorong saling tendang antar penduduk, dengan petugas negara,..... pada saat itu disuguhkan pula perdebatan2 politik yg sangat sarat kepentingan2 kelompok dan golongan, hukum mengalahkan moral dan etika. juga tersaji peristiwa2 perampokan, perkosaan, penyuapan, perusakan2 kampus, bentrok antar suku, pembakaran kendaraan, dan lain2 tindakan2 brutal, amoral bahkan asusila, pemukulan2 didalam kampus. pendeknya penuh dengan tayangan tindakan primitif barbar dan norak dari sodara2 kita. Lalu
bagaimana dengan predikat kita yang merasa sok suci, sebagai bangsa beradab, penuh adat ketimuran, lemah lembut, sopian santun, tenteram, damai, daan... selalu "diiipuuja2 bangsaaa". Masih adakah predikat yang mulia seperti itu?
Kita bisa saja bilang ah itu kan hanya perilaku sebagian kecil manusia, masih banyak penduduk negeri ini yang baik2 yang jauh dari perilaku seperti tergambar diatas. Namun mari kita bertanya pada diri sendiri sebagai orang yang mengaku sebagai orang masih baik, sebaik apakah diri kita, kalau merasa bersih sebersih apa diri kita. yang jelas.. pasti tidak sebaik dan sebersih apa yang pernah kita rasakan sewaktu kita masih kecil, sewaktu kita masih duduk dibangku sd smp maupun sma atau sewaktu masih kuliah sekalipun, dimana kehidupan masih terbayang indah tanpa kecurangan2 tanpa keserakah2an, tanpa kekotoran2, tanpa kebrutalan2. Dunia nampak bening jernih indah penuh rona2 seperti dalam dunia impian. Namun kini kenyataannya dunia kita adalah jauh dari impian. Bangsa ini telah berlumur lumpur materialistik yang sangat dalam, menenggelamkan impian2 indah serta idealisme2 sebagai bangsa yang luhur.
Lalu masih bisakah kita berbangga untuk membanggakan diri kepada tetangga2 kita?
Sebagai bangsa yang kaya (tetapi) kaya dari hasil utang sana utang sini, gali lobang tutup lobang, jual ini gadai itu. Dan kesemuanya itu materialistik yang hanya fatamorgana belaka.
Masih bisa banggakah diriku?
Ataukah malu besar yang muncul diharibaanku?
Hanya nurani lah yang bisa menjawabnya...sobaat...

6 comments:

Ki Ageng Similikithi said...

Wah kok suwe ora manggung ya. Bola bali tak ampiri kok sepi. Mulai rame iki sajake.
Salam hangat

Ki Ageng Similikithi said...
This comment has been removed by the author.
Indro Saswanto said...

ma kasih ki... mana oleh2nya dari muskat?

Ki Ageng Similikithi said...

Tak enteni teruse Eyang Bethoro

paromo suko said...

1. lagi banyak yang kerasukan alias ndadi seperti jaran kepang yang mangan beling
2. urat malu, urat harga diri dan syaraf kendalinya pada putus
3. kalo ada kongres ahli syaraf usulkan ada riset ttg hubungan amok massa dg kondisi syaraf otak tertentu

(yang buat conto: saya juga boleh, asal jangan diedhel-edhel dan dicekok obat saja)

Indro Saswanto said...

yang jelas kemaluan jarang kepang nggak punya syaraf.
lawong pakanane beling moas.